Melambatnya
perekonomian dunia berdampak kepada perekonomian di berbagai negara, tak
terkecuali Indonesia. Keadaan ini membuat nilai tukar mata uang Indonesia
(Rupiah) terhadap dollar Amerika Serikat semakin merosot hingga menyentuh Rp
11.000,00 per USD. Hal ini kemudian mengakibatkan harga-harga komoditas ekspor
anjlok sehingga penerimaan ekspor pun turun. Selain menurunnya ekspor, adanya
perubahan kebijakan moneter di negara adikuasa Amerika Serikat juga ikut
mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Amerika Serikat memperketat likuiditas
global atau memperketat pembiayaan.
Wakil
Presiden Boediono menanggapi keadaan perekonomian Indonesia dan menghimbau
kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah agar menggunakan anggaran
secara efektif dan efisien. Pemerintah hendaknya lebih dapat meningkatkan
penyerapan anggaran dengan mempermudah investor untuk berinvestasi dengan
mencabut aturan yang menghambat kemudahan investasi. Boediono melanjutkan,
pemerintah harus tetap siaga meskipun keadaan ekonomi Indonesia saat ini belum
dapat dikatakan dalam keadaan kritis.
Selain
itu, untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut Pemerintah melalui Presiden dan
Kementerian terkait mengeluarkan paket kebijakan penyelamatan ekonomi, termasuk
didalamnya kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter.
Nama paket kebijakan tersebut, yakni “Paket Penyelamatan Ekonomi” dengan tujuan
mencegah Rupiah agar tidak terperosok lagi, mengatasi penurunan bursa saham
(IHSG), dan mengupayakan menjaga daya beli masyarakat. Paket kebijakan yang
dikeluarkan terdiri dari paket penyelamatan neraca perdagangan, paket menjaga
pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan paket percepatan
investasi. Paket penyelamatan neraca perdagangan dilakukan dengan mengenakan
bea masuk, menaikkan pajak penjualan bawang mewah (PPnBM), dan penurunan impor
migas. Paket menjaga pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan insentif sektor
industri agar tidak terjadi PHK. Paket guna menjaga daya beli masyarakat
dilakukan oleh Pemerintah yang berkerja sama dengan Bank Indonesia. Sedangkan,
paket percepatan investasi dilakukan dengan merevisi daftar negatif investasi
(DNI) dan penyerderhanaan izin investasi.