TRIAS POLITIKA
Disusun
oleh :
Hendri Sugiyatna Perdana
28211681
Kelas 1EB25
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan paper yang berjudul TRIAS POLITIKA. Paper
ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi dan Politik.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan paper ini sehingga paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari paper ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan paper
ini.
Semoga
paper ini dapat memberikan informasi bagi yang membacanya dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
penulis
Hendri
Sugiyatna perdana
TRIAS
POLITIKA
1.
Pengertian Trias Politika
Trias politika merupakan suatu konsep yang
dikemukakan oleh salah seorang pakar hukum asal prancis.montesqiu,yang juga
merupakan salah seorang pengacara pertama.
dam konsepnya mengenai trias politika, dikatakan bahwa harus adanya pemisahan antara yudikatif,legislatif dan eksekutif. dimana dalam konsep trias politika tersebut ditekankan kepada pemisahan yang tidak terjadi intervensi antara satu dengan yang lain nya.
konsep trias politika ini banyak dianggap sebagai suatu "eidos" atu yang dapat di artikan sebagai suatu ide belaka, karena konsep negara yang di kemukakan oleh motesqui ini dianggap tidak dapat di wujudkan dalam dunia nyata.
dam konsepnya mengenai trias politika, dikatakan bahwa harus adanya pemisahan antara yudikatif,legislatif dan eksekutif. dimana dalam konsep trias politika tersebut ditekankan kepada pemisahan yang tidak terjadi intervensi antara satu dengan yang lain nya.
konsep trias politika ini banyak dianggap sebagai suatu "eidos" atu yang dapat di artikan sebagai suatu ide belaka, karena konsep negara yang di kemukakan oleh motesqui ini dianggap tidak dapat di wujudkan dalam dunia nyata.
Trias Politika merupakan konsep
pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia.
Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada
satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika
yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga
berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga
untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan
undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya
pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang
jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan
manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan
terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan
jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan
oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling
koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di
tiap negara tidak selamanya mulus atau tanpa halangan.
2. Sejarah Trias Politika
Pada masa
lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku.
Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan
atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala
suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.
Pada
perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para
tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada
dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias
Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi
Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili
aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan
Perwakilan Daerah (DPD).
Namun,
keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut.
Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani.
Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang
raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.
Pada abad
Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi
persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan.
Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan
antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai
koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul
semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat
politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John
Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual
Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan
harus diberlakukan.
Untuk
keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran
intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah
John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu,
dari Perancis.
John Locke (1632-1704)
Pemikiran John
Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia
tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam
karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja
(mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik
(property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi
manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh
berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian
pentingnya masalah kerja ini ?
Dalam masa
ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi
yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara
sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih
beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang
dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun
kastil.
Negara ada
dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain,
demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu
adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang
raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif,
Eksekutif dan Federatif.
Kekuasaan
Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus
dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya
secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang
mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah
masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke
dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi
Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu
Inggris.
Eksekutif
adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini
kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak
melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke
tangan raja/ratu.
Federatif
adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan
lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan
ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri,
menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan
ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.
Dari pemirian
politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang
dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan.
Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di
masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurkan oleh rekan Perancisnya,
Montesquieu.
Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu
(nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya
setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum
opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.
Sehubungan
dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut: “Dalam
tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan
eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara
bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum
sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum
yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang,
mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk
melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan
pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan
yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.
Dengan
demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia
saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep
Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan
lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur
Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).
3.
Fungsi-fungsi dalam trias
politika
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Legislatif
Legislatif
adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini,
lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of
Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan
secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa
yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub
beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency
Work, Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.
Lawmaking
adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal
adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level
masyarakat.
CONSTITUENCY
WORK adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang
anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di
Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat yang
sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi seorang
anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap
kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?
SUPERVISION
AND CRITISM OF GOVERNMENT, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera
mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR
melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun
mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
EDUCATION
adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada
masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil
rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu
memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan
bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa
meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun internet.
REPRESENTATION,
merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah
disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000
orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di
dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak
bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR
akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan.
Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini
masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa
kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka
isu politik.
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif
adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif.
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state,
Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser
of appointments, dan Chief legislators.
Eksekutif di
era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief
of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri
merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang
Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan.
Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara,
peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan
sejenisnya.
HEAD OF
GOVERNMENT, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri
yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat
menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam
keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga
donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan
fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala
negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua negara
tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia
ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh
Presiden.
PARTY CHIEF
berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu
partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di
suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem
parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal
dari partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem
pemerintahan presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa
pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal tersebut.
Gus Dur
berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia
menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat
hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang
eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem
presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden
terpisah.
COMMANDER IN
CHIEF adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana
menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau
perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran
ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang
menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer.
Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak
instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir,
terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa
pemerintahannya.
CHIEF
DIPLOMAT, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang
tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias
politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin
hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan
eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk
beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
DISPENSER OF
APPOINTMENT merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan
negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan
dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet
yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
CHIEF
LEGISLATION, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu
undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR,
tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan
diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi
suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan
undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan
Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas
setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan
kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor,
felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak);
Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law
(hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian
internasional).
Criminal Law,
penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia
sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan
Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga
biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya
dipegang oleh Pengadilan Agama.
Constitution
Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu,
kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau
keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
Administrative
Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya
kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
International
Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara
melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
4. Konsep Trias Politica
Konsep Trias Politica
atau pembagian kekuasaan menjadi tiga pertama kali dikemukakan oleh John Locke
dalam karyanya Treatis of Civil Government (1690) dan kemudian oleh Baron
Montesquieu dalam karyanya L’esprit des Lois (1748). Konsep ini adalah yang
hingga kini masih berjalan di berbagai negara di dunia. Trias Politica
memisahkan tiga macam kekuasaan:
§
Kekuasaan Legislatif tugasnya adalah membuat
undang-undang
§
Kekuasaan Eksekutif tugasnya adalah
melaksanakan undang-undang
§
Kekuasaan Yudikatif tugasnya adalah mengadili
pelanggaran undang-undang.
Pembagian Konsep Trias
Politica
Dari pemikiran politik John
Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa terdiri dari tigakekuasaan yang
dipisah, yakni dua berada di tangan raja atau ratu
dan satu berada di tangan kaum
bangsawan. Pembagian konsep Trias Politica
pemikiran John Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan
pengertian Trias Politica di masa kini.Pemikiran Locke kemudian
disempurkan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu. Pembagiankonsep Trias
Politica menurut
Montesquieu terbagi menjadi tiga kekuasaan yang terdiri dari kekuasaan
yang mengatur dan menetukan peraturan, kekuasaan yang melaksanakan peraturan,
dan kekuasaan yang mengawasi peraturan. Adapun pendistribusian dari ketiga
macam kekuasaan tersebut diatur oleh badan-badan pemerintahan yang berbeda.
Kekuasaan untuk yang mengatur dan menentukan peraturan diberikan kepada badan
legislatif, dan kekuasaan yang melaksanakan peraturan diberikan kepada badan
eksekutif, serta kekuasaan yang mengawasi peraturan diberikan kepada badan
yudikatif.
5. Pengawasan terhadap Trias Politica
Dalam rangka menjamin bahwa
masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan
suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan
keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing-masing
kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system
merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolak ukur kemapanan konsep negara hukum
dalam rangka mewujudkan demokrasi.
Prinsip Check
and Balance Upaya pengawasan dan keseimbangan antara badan-badan yang
mengatur Trias Politicamemiliki prinsip-prinsip dengan berbagai
macam fariasi, misalnya:
§
The four branches: legislatif,
eksekutif, yudikatif, dan media. Di sini media di gunakan sebagai bagian
kekuatan demokrasi keempat karena media memiliki kemampuan kontrol, dan
memberikan informasi.
§
Di Amerika Serikat, tingkat negara bagian
menganut Trias Politica sedangkat tingkat negara adalah badan
yudikatif.
§
Di Korea Selatan, dewan lokal tidak boleh
intervensi
§
Sementara itu, di Indonesia, Trias
Politica tidak di tetapkan secara keseluruhan. Legislatif di isi dengan
DPR, eksekutif di isi dengan jabatan presiden, dan yudikatif oleh mahkamah
konstitusi dan mahkamah agung.
DAFTAR PUSTAKA
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/trias-politica/
Saya minta maaf sekali , saya tadi meng-copy kata Montesquieu menggunakan Ctrl + C. Terima Kasih atas infonya
BalasHapus